Kamis, 12 Desember 2013

the impossible dream



ANALISIS FILM THE IMPOSSIBLE DREAM
(PERSPEKTIF UMU SALAMAH)

Cerita ini diambil dari sebuah film yang menceritakan mimpi seorang istri yang tidak akan mungkin terjadi didalam keluarganya, dan tidak adanya kesetaraan gender. Dalam sebuah keluarga kecil terdapat 5 anggota keluarga, terdiri dari ayah, ibu, 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.
Jika kita analisa film tersebut banyak contoh-contoh kekerasan yang terjadi dalam keluarga pada sang istri, seperti pekerjaan rumahtangga semua istri yang mengerjakan, dari terbitnya matahari sampai memejamkan mata kembali, bahkan sampai mengurus anak. Padahal keduanya masing-masing mempunyai kegiatan, si istri bekerja sebagai  karyawan dikonveksi (garment), bisa dikatakan double borden (beban danda). Setiap hari sebelum berangkat kerja istri harus membuat sarapan untuk suami dan anak-anaknya, hanya dibantu dengan seorang anak perempuannya, sedangkan suami dan anak laki-lakinya hanya menunggu makanan yang akan disaji. Bahkan sampai sore hari setelah pulang dari kerja istri kembali mengerjakan pekerjaan rumah, semua pekerjaan dikerjakan oleh istri dan anak perempuan tanpa dibantu dengan suami dan anak laki-lakinya, seperti mengepel, nyuci piring, memasak, nyuci pakaian, menjemur, menyetrika, mengurus anak dan lain-lain, jadi seakan-akan pekerjaan tersebut milik perempuan dan memiliki jenis kelamin perempuan, istri dan anak perempuan dijadikan sebagai pembatu rumahtangga karena pekerjaan itu dianggap sebagai pekerjaan domestic dan reproduktif yang hanya pantas dikerjakan oleh perempuan saja, suami tanpa menghiraukan sang istri yang dari pagi sampai pulang bekerja terus aktif dalam menyelesaikan pekerjaan domestic dan reproduktif, bisa dikatakan lebih banyak jam/ waktu istriya dibandingkan suami karena bangun tidur istrinya lebih awal dibandingkan suaminya dan suami lebih awal tidurnya dibandingkan istri. Seolah suami dan anak laki-laki menjadi raja yang maunya dilayani saja karena dianggap sebagai kepala keluarga atau pemimpin.

A.      apa yang terjadi diluar???
Ketika suaminya sedang berada ditempat kerja (kantor), suami seenaknya bermain mata “genit” dengan wanita lain selain itu kongkow-kongkow dengan teman-temannya sambil bermabuk-mabukkan.

B.      Mengapa hal tersebut bisa terjadi???
Pada hakikatnya pekerjaan tidak ada yang mempunyai jenis kelamin, setiap orang bisa menjalankan semua peran tersebut tanpa harus di bentuk-bentukkan. Yang laki-laki bisa memerankan perempuan  ataupun sebaliknya, yang bisa dikatakan kodrat biologis yaitu laki-laki memiliki  sperma untuk membuahi sedangkan kodrat perempuan yang tidak dapat dipertukarkan oleh siapapun seperti, mengandung, melahirkan, menyusui dan menstruasi. Reproduksi tersebut tidak bisa diperankan oleh laki-laki, hanya perempuan yang memilikinya.
Menurut saya, rasanya tidak adil, perempuan sudah capai bekerja mencari uang untuk kepentingan keluarga, kemudian harus mengurus juga urusan anak dan rumahtangga. Sementara suami kalau sudah pulang dari kantor hanya bisa ongkang-ongkang kaki saja.

C.      Jenis-jenis ketidak adilan dalam film tersebut.
1.       Tidak ada kesetaraan gender (martabat perempuan lebih rendah dari Laki-laki lebih)
2.       Tidak ada pembagian kerja rumahtangga dan mengurus anak (hanya perempuan yang mengerjakan atau double borden)
3.       Laki-laki lebih disayang, diperhatikan dan dihormati dibandingkan perempuan
4.       Pembagian upah (perempuan lebih minim mendapatkan upah, padahal pekerjaannya lebih berat dari laki-laki)
5.       Masih kental budaya patriarki (laki-laki lebih diistimewakan dibandigkan perempuan)
6.       Tidak ada keadilan gender (laki-laki lebih diutamakan dari perempuan)

D.      Solusi
Dari pemeparan diatas, jelas bahwa perempuan lebih rentan diskriminasi, dan dengan sendirinya lebih rentan kekerasan. Dalam hal ini seharusnya suami dan istri dapat mendiskusikan peran-peran yang akan mereka jalankan, yang dirasa nyaman dan cocok bagi mereka. Seperti halnya dalam pembagian kerja rumahtangga dan mengurus anak lebih adil diantara suami dan istri, sebelum terjadi dan untuk menghindari konflik harus dibagi-bagi terlebih dahulu dalam megerjakan pekerjaan domestic dan reproduktif.

1 komentar:

  1. pada kesimpulannya saya mengatakan bahwa perempuan itu sosok yang kuat, dan tidak banyak kata yang diucapkan namun komitmen yang dilakukan.. (--,)/

    BalasHapus