ANALISIS FILM THE IMPOSSIBLE DREAM
(PERSPEKTIF UMU SALAMAH)
Cerita ini
diambil dari sebuah film yang menceritakan mimpi seorang istri yang tidak akan mungkin
terjadi didalam keluarganya, dan tidak adanya kesetaraan gender. Dalam sebuah
keluarga kecil terdapat 5 anggota keluarga, terdiri dari ayah, ibu, 2 anak
laki-laki dan 1 anak perempuan.
Jika kita
analisa film tersebut banyak contoh-contoh kekerasan yang terjadi dalam
keluarga pada sang istri, seperti pekerjaan rumahtangga semua istri yang
mengerjakan, dari terbitnya matahari sampai memejamkan mata kembali, bahkan
sampai mengurus anak. Padahal keduanya masing-masing mempunyai kegiatan, si
istri bekerja sebagai karyawan
dikonveksi (garment), bisa dikatakan double borden (beban danda). Setiap hari
sebelum berangkat kerja istri harus membuat sarapan untuk suami dan
anak-anaknya, hanya dibantu dengan seorang anak perempuannya, sedangkan suami
dan anak laki-lakinya hanya menunggu makanan yang akan disaji. Bahkan sampai
sore hari setelah pulang dari kerja istri kembali mengerjakan pekerjaan rumah,
semua pekerjaan dikerjakan oleh istri dan anak perempuan tanpa dibantu dengan
suami dan anak laki-lakinya, seperti mengepel, nyuci piring, memasak, nyuci
pakaian, menjemur, menyetrika, mengurus anak dan lain-lain, jadi seakan-akan
pekerjaan tersebut milik perempuan dan memiliki jenis kelamin perempuan, istri
dan anak perempuan dijadikan sebagai pembatu rumahtangga karena pekerjaan itu
dianggap sebagai pekerjaan domestic dan reproduktif yang hanya pantas
dikerjakan oleh perempuan saja, suami tanpa menghiraukan sang istri yang dari
pagi sampai pulang bekerja terus aktif dalam menyelesaikan pekerjaan domestic
dan reproduktif, bisa dikatakan lebih banyak jam/ waktu istriya dibandingkan
suami karena bangun tidur istrinya lebih awal dibandingkan suaminya dan suami
lebih awal tidurnya dibandingkan istri. Seolah suami dan anak laki-laki menjadi
raja yang maunya dilayani saja karena dianggap sebagai kepala keluarga atau
pemimpin.
A. apa yang terjadi diluar???
Ketika suaminya
sedang berada ditempat kerja (kantor), suami seenaknya bermain mata “genit”
dengan wanita lain selain itu kongkow-kongkow dengan teman-temannya sambil
bermabuk-mabukkan.
B. Mengapa hal tersebut bisa terjadi???
Pada hakikatnya
pekerjaan tidak ada yang mempunyai jenis kelamin, setiap orang bisa menjalankan
semua peran tersebut tanpa harus di bentuk-bentukkan. Yang laki-laki bisa
memerankan perempuan ataupun sebaliknya,
yang bisa dikatakan kodrat biologis yaitu laki-laki memiliki sperma untuk membuahi sedangkan kodrat perempuan
yang tidak dapat dipertukarkan oleh siapapun seperti, mengandung, melahirkan,
menyusui dan menstruasi. Reproduksi tersebut tidak bisa diperankan oleh
laki-laki, hanya perempuan yang memilikinya.
Menurut saya, rasanya tidak adil, perempuan sudah
capai bekerja mencari uang untuk kepentingan keluarga, kemudian harus mengurus
juga urusan anak dan rumahtangga. Sementara suami kalau sudah pulang dari
kantor hanya bisa ongkang-ongkang kaki saja.
C. Jenis-jenis ketidak adilan dalam film
tersebut.
1.
Tidak ada kesetaraan gender (martabat perempuan
lebih rendah dari Laki-laki lebih)
2.
Tidak ada pembagian kerja rumahtangga dan
mengurus anak (hanya perempuan yang mengerjakan atau double borden)
3.
Laki-laki lebih disayang, diperhatikan dan
dihormati dibandingkan perempuan
4.
Pembagian upah (perempuan lebih minim
mendapatkan upah, padahal pekerjaannya lebih berat dari laki-laki)
5.
Masih kental budaya patriarki (laki-laki lebih
diistimewakan dibandigkan perempuan)
6.
Tidak ada keadilan gender (laki-laki lebih
diutamakan dari perempuan)
D. Solusi
Dari pemeparan
diatas, jelas bahwa perempuan lebih rentan diskriminasi, dan dengan sendirinya
lebih rentan kekerasan. Dalam hal ini seharusnya suami dan istri dapat
mendiskusikan peran-peran yang akan mereka jalankan, yang dirasa nyaman dan
cocok bagi mereka. Seperti halnya dalam pembagian kerja rumahtangga dan
mengurus anak lebih adil diantara suami dan istri, sebelum terjadi dan untuk
menghindari konflik harus dibagi-bagi terlebih dahulu dalam megerjakan
pekerjaan domestic dan reproduktif.
pada kesimpulannya saya mengatakan bahwa perempuan itu sosok yang kuat, dan tidak banyak kata yang diucapkan namun komitmen yang dilakukan.. (--,)/
BalasHapus