“Mahalnya Air di Daerah Jakarta
(Muara Baru)”
Kota Jakarta seperti halnya kota-kota lainnya di dunia, mengalami
proses urbanisasi dengan segenap permasalahan di dalamnya. Kenyataan bahwa Kota
Jakarta sebagai kota terbesar, tidak terlepas dari permasalahan utilitasnya.
Salah satunya adalah masalah penyediaan air bersih.
Air merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat vital.
Keberadaan umat manusia sangat tergantung pada ketersediaan air. Ketersediaan
dan kebutuhan air harus seimbang terutama untuk menjamin keberlanjutan
sumberdaya air. Kelebihan air di musim hujan pada suatu lokasi/wilayah bisa
menimbulkan bencana banjir dan longsor. Namun kekurangan air pada musim kemarau
pun dapat menimbulkan masalah, misal munculnya bencana kekeringan. Keberadaan,
ketersediaan, kebutuhan dan penggunaan sumberdaya air tergantung pada banyak
faktor yang saling mempengaruhi dan saling memberikan dampak positif maupun
negatif.
Pada
kesempatan ini saya melihat dan mencoba medeskripsikan Video Yang berjudul
Mahalnya Air di Jakarta berdurasi 6 Menit 12 Detik yang ditayangkan oleh stasiun “Tempo TV” dalam acara “Asia Calling”
merupakan Video berita yang meliput tentang kehidupan masyarakat kota Yakni di
daerah Muara Baru Jakarta Barat. Ironis jika kita melihat tanyangan berita
tersebut, air yang disediakan oleh Allah didalam Alam raya ini merupakan sumber
daya Alam yang semestinya dapat di nikmati oleh semua makhluk hidup (tanpa
terkecuali). Namun karena sifat keserakahan manusia air menjadi barang atau
sumber daya yang langka dan menjadi mahal. Mengapa bisa seperti itu ?
Menurut
Warga Muara Baru yang di dapat telah mengatakan, “Kami dapat mengeluarkan uang
sedikitnya Rp. 300.000,- untuk mendapatkan air bersih, itupun hanya untuk
kebutuhan mandi dan keperluan memasak saja, jika ditambah dengan mencuci
pakaian dan sebagainya, maka uang yang dikeluarkan oleh kami lebih dari Rp.
300.000,- setiap bulannya, dari hasil atau gajih yang kami dapatkan setiap
bulannya habis untuk membeli keperluan air saja, itupun air yang didapatkan
tidak bersih (Berbau dan berwana kekuningan), air tanah yang di ada dirumahnya
tidak dapat di konsumsi atau digunakan, karena airnya pahit atau berbau dan
warnanya kekuning-kuningan.
Selain
Ibu Kokom, terdapat pula warga yang merasakan susahnya mendapatkan air walaupun
air itu tidak gratis (Bayar). Ia harus bersabar untuk mendapatkan air, padahal
selama ini untuk mendapatkan air bersih hanya bergantung kepada PDAM Jakarta.
Menurutnya, air yang didapatkan tidak mudah dalam artian sulit untuk didapat,
ia rela untuk tidak tidur malam demi menunggu datangnya air. Karena air yang
datang dari PDAM akan menyala ketika malam hari, air yang keluarpun tidak
bagus, terkadang berbau Lumpur dan warnanya keruh (berwana kekuningan).
Ketidakmampuan Kota Jakarta dalam hal penyediaan air bagi
masyarakatnya telah membuat masyarakat mencari solusi sendiri untuk memenuhi
kebutuhannya akan air. Beragam cara dilakukan oleh masyarakat demi pemenuhan
kebutuhannya, antara lain dengan menggunakan air tanah. Penggunaan air tanah
yang tidak terkendali, pada akhirnya menyebabkan penurunan muka air tanah (land
subsidence) yang terus bergulir menjadi permasalahan turunan lainnya.
Jakarta merupakan salah satu contoh perkotaan yang posisinya semakin rendah
dibandingkan dengan permukaan air laut sehingga senantiasa dihadapkan pada
persoalan banjir dan kelangkaan air. Sesungguhnya, ancaman bencana kelangkaan
sumberdaya air tidak kalah mengkhawatirkan bagi masyarakat perkotaan.
Tidak dapat dipungkiri beberapa tahun terakhir, pembangunan
kawasan superblok mendominasi pembangunan Jakarta. Timbul masalah terkait
dengan penyediaan sarana dan prasarana penunjangnya. Salah satunya adalah
tentang ketersediaan air bersih. Dampak minimnya ruang terbuka hijau
turut mewarnai berkurangnya penyediaan air tanah. Yang dirugikan, masyarakat.
Indonesia, sebenarnya mengakui air sebagai Hak Asasi Manusia.
Jelas ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 2, “Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Negara memiliki kewajiban melindungi hak
rakyat agar semuanya dapat mengakses sumber air serta memanfaatkannya untuk
kebutuhan sehari-hari. Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengontrol para
investor asing atau perusahaan swasta yang berusaha mengeksploitasi
sumber-sumber air di Indonesia karena apa yang dilakukan oleh para pengusaha
tersebut dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat.
Menurut
Hamong Santono (KRuHA) dan Ishlah (WALHI), bahwasanya Privatisasi layanan air bersih di Jakarta dilakukan karena PAM
Jaya dianggap tidak memiliki kemampuan teknis dan keuangan yang dibutuhkan
untuk meningkatkan layanan air bersih di ibu kota negara. Sementara dua
operator swasta diyakini memiliki keahlian teknis dan dana untuk membuat
layanan air bersih Jakarta setara dengan ibukota-ibukota lain di berbagai
negara maju. Kontrak konsesi yang diperoleh dua operator swasta tersebut
berasal dari tindakan politis rezim Suharto. Proses itu dimulai dengan sebuah
surat dari Presiden Suharto pada 1995, dan diakhiri dengan dua perusahaan yang
ditunjuk pada 1997, tanpa melalui proses tender.
Terlepas dari persoalan
proses privatisasi yang jauh dari transparan dan dipenuhi praktek nepotisme,
privatisasi air di Jakarta seiring sejalan dengan upaya dari lembaga keuangan
internasional (IFIs) seperti Bank Dunia dan ADB yang pada saat itu sedang
gencar-gencarnya mempromosikan keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan
layanan dasar, khususnya air bersih yang merupakan bagian dari agenda
neo-liberalisme yang didukung oleh IFIS.
Jakarta, 25 November 2013
Penyusun,
Ahmad Suheri
Referensi : Siti Komariyah (Ibu Kokom) dalam wawancara Tempo TV (Asia
Calling).
http://jakarta.kompasiana.com/layanan-publik/2013/08/24/privatisasi-air-di-jakarta-harus-segera-berakhir-586186.html
ironi memang melihat sejarah kota jakarta yang dahulunya memang dimukimi oleh rawa rawa pada masanya.. tapi sekarang musim panas kekeringan, musim hujan kebanjiran. Nah saatnya generasi pemberdaya memikirkan solusi bagaimana volume curah hujan yang berlebih bisa menjadi sumber daya air tampungan yang bermanfaat buat warga jakarta. :)
BalasHapusAir sangat dekat dengan kehidupan manusia? terutama bagi perempuan, mahalnya air yang paling kerasa adalah perempuan karena setiap kegiatan reproduksi perempuan selalu bersentuhan dengan air. boleh juga diberikan contoh2 real di kehidupan sehari-hari
BalasHapus